Labuha, JurnalHalsel.com – Upaya Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan menegakkan disiplin dan moral aparatur kembali mendapat ujian serius. Peraturan Daerah (Perda) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran Minuman Keras (Miras), yang diharapkan menjadi pedoman moral sekaligus hukum bagi aparatur pemerintahan, kini dinilai hanya menjadi “angin segar” tanpa daya paksa nyata.
Bupati Hasan Ali Bassam Kasuba sejatinya telah berulang kali menegaskan pentingnya implementasi Perda tersebut. Dalam Rapat Evaluasi Pekanan bersama seluruh kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pada 9 April 2025, Bassam menginstruksikan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN), kepala desa, dan pejabat Pemkab untuk menjauhi tempat hiburan malam (THM) serta tidak mengonsumsi minuman keras dalam bentuk apa pun.
Instruksi itu, menurut Bassam, merupakan bagian dari komitmen membangun aparatur berintegritas dan menegaskan keteladanan moral di tubuh birokrasi daerah. Namun kenyataan di lapangan tampaknya jauh dari harapan.
Informasi yang dihimpun Jurnal Halsel menyebutkan, empat kepala desa di Halmahera Selatan justru diduga melanggar langsung instruksi Bupati tersebut. Mereka ialah Kepala Desa Laiwui, Abdul Kahfi Nudin; Kepala Desa Belang-Belang, Suaib Yunus; Kepala Desa Kasiruta Dalam, Muhammad M. Conoras, S.H.; serta Kepala Desa Bahu, Badar Abas.
Keempatnya diduga kerap mengunjungi sejumlah tempat hiburan malam di sekitar ibu kota kabupaten, Labuha. Tak hanya sekadar nongkrong, mereka juga dikabarkan menikmati minuman keras di lokasi tersebut. Menurut seorang jurnalis lokal yang enggan disebutkan namanya, aktivitas para kepala desa itu bukan hal baru bagi masyarakat setempat.
“Biasanya mereka tidak lama di satu tempat. Kadang di Bungalow, kadang pindah ke kafe lain. Kalau malam minggu, hampir pasti ada salah satu dari mereka di Labuha,” ungkap sumber tersebut. Ia menambahkan, perilaku itu sudah menjadi rahasia umum di kalangan jurnalis dan warga yang kerap beraktivitas malam di wilayah kota.
Lebih ironis, menurut laporan lapangan, sebagian dari mereka justru lebih sering terlihat di Labuha ketimbang di desa masing-masing. Kondisi ini menimbulkan keresahan warga yang merasa ditinggalkan oleh pemimpinnya. “Kalau dicari di desa, susah. Padahal masyarakat butuh pelayanan langsung dari kepala desa,” ujar warga yang enggan disebutkan namanya.
Situasi ini memunculkan tanda tanya besar atas keseriusan Pemkab menegakkan Perda Nomor 9 Tahun 2016. Aturan yang semestinya menekan peredaran miras dan mencegah dampak sosial justru dianggap kehilangan taji. Sejumlah tokoh masyarakat menilai lemahnya pengawasan dan sanksi menjadi penyebab utama pelanggaran terus berulang.
Tokoh masyarakat dari Kecamatan Obi, Rahman Lahamaka, menegaskan bahwa kepala desa adalah figur publik yang harus menjadi teladan. “Kalau kepala desa saja melanggar, bagaimana rakyat mau patuh? Ini bukan sekadar persoalan pribadi, tapi menyangkut moral dan wibawa pemerintahan,” ujarnya. Rahman mendesak Inspektorat Kabupaten segera turun tangan untuk memeriksa perilaku menyimpang para pejabat desa tersebut.
Hingga berita ini diturunkan, Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan belum mengeluarkan keterangan resmi. Namun sumber di lingkup sekretariat daerah mengungkapkan bahwa Bupati Bassam Kasuba telah menerima laporan informal terkait dugaan pelanggaran itu dan tengah menunggu klarifikasi dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD).
Sebagai dasar hukum, Perda Nomor 9 Tahun 2016 memuat sanksi tegas bagi siapa pun yang terlibat dalam peredaran atau konsumsi minuman keras, termasuk pejabat publik. Jika terbukti melanggar, para kepala desa dapat dikenai sanksi administratif, bahkan diberhentikan dari jabatannya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kini, publik menantikan langkah konkret dari Pemkab Halmahera Selatan. Bagi masyarakat, penegakan moral bukan sekadar janji atau instruksi rapat, melainkan cermin kesungguhan pemerintahan dalam membangun karakter birokrasi yang bersih dan berwibawa.
Apakah Bupati Bassam Kasuba akan menegakkan aturan secara tegas terhadap bawahannya, atau Perda pengawasan miras itu kembali hanya menjadi “angin segar” yang hilang di balik gemerlap malam Labuha — waktu yang akan menjawab.
IKI




