Yusman Arifin Soroti Bobroknya Pengelolaan Dana Desa di Halsel: “Transparansi Bukan Pilihan, Tapi Kewajiban”

Labuha, JurnalHalsel.com - Advokat senior sekaligus mantan Ketua DPRD Halmahera Selatan, Yusman Arifin, SH, melontarkan kritik keras terhadap lemahnya pengelolaan dana desa yang dinilainya menjadi persoalan mendasar di banyak desa di wilayah tersebut. Dalam keterangannya kepada Molokunews.com, Yusman menegaskan bahwa desa adalah garda terdepan pembangunan dan pelayanan publik, sehingga pengelolaan keuangan desa harus dijalankan secara transparan, partisipatif, dan akuntabel.

“Kemajuan sebuah kabupaten tidak bisa dilepaskan dari kondisi desa-desa di dalamnya. Jika desa tertinggal dan pengelolaan keuangannya bermasalah, maka mustahil pembangunan kabupaten bisa bergerak cepat dan tepat sasaran,” tegasnya.

Yusman menilai masih banyak kepala desa yang bersikap tertutup dalam penggunaan anggaran dan cenderung menafikan pelibatan warga dalam proses perencanaan maupun pengambilan keputusan.

“Saya sangat menyayangkan jika masih ada kepala desa yang terindikasi menyembunyikan penggunaan anggaran desa. Padahal, dana tersebut adalah hak masyarakat untuk membangun kehidupan yang lebih baik,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan agar tidak bersikap pasif terhadap pelanggaran yang dilakukan para kepala desa. Menurutnya, sanksi administratif hingga pemberhentian harus diberlakukan terhadap mereka yang terbukti melanggar prinsip-prinsip tata kelola yang baik.

“Kalau ada kepala desa yang tidak transparan dan dibiarkan saja, itu bisa memberi kesan bahwa pemerintah kabupaten melindungi perilaku yang salah. Ini sangat berbahaya karena bisa merusak kepercayaan publik secara luas,” tandasnya.

Yusman menyoroti lemahnya sistem pengawasan internal di tingkat desa, serta minimnya keterlibatan masyarakat dalam seluruh tahapan pembangunan—dari perencanaan hingga evaluasi. Akibatnya, banyak program pembangunan desa yang tidak tepat sasaran dan gagal menjawab kebutuhan riil warga.

“Dana desa bukan milik kepala desa, tapi milik rakyat. Jika pengelolaan dilakukan secara tertutup dan eksklusif, maka masyarakat akan terus menjadi korban ketimpangan pembangunan,” tambahnya.

Sebagai solusi, Yusman mendorong adanya sistem pelaporan keuangan yang terbuka dan bisa diakses publik, pelaksanaan audit berkala oleh inspektorat, serta peningkatan kapasitas aparatur desa dalam bidang manajemen keuangan dan pelayanan publik. Ia juga menekankan pentingnya peran pendamping desa dan lembaga pengawas dalam memperkuat akuntabilitas.

“Harus ada pembinaan yang serius, audit berkala, dan sanksi tegas bagi yang melanggar. Transparansi bukan pilihan, tetapi kewajiban dalam pemerintahan yang sehat,” tegasnya.


Jurnal Hukum