KPK RI Usut TN Batu Ampar, Bupati Santai, Sekda Gelar Konfers, Pelapor Menangkis



Singaraja . Tanggapan Pembina LSM atas pernyataan sekda Buleleng bahwa tidak adanya pertemuan membahas kelanjutan Kotrak PT. PAP dan Pemerintah Kabupaten Buleleng ternyata masih berlanjut. Buktinya, menurut Aktivis yang dikenal vocal mengangkat berbagai Dugaan Kasus korupsi di Buleleng seperti ketidakberesan Penyertaan Modal di PD Swatantra ini.

Menurutnya, bahwa apapun namanya serah terima asset atau terima serah asset harus melibatkan persetujuan DPRD, meski Sekda membantah keras tuduhan itu dengan menyatakan bahwa bagaimana ada pertemuan sedangkan kontrak dengan PT.PAP berakhir 2021 mendatang.

Disela-sela kegiatan konpress salah satu Paslon di Ranggon sunset Penimbangan pada selasa (3/4) kemarin, bupati yang dikenal pandai dan hobi memasak serta murah senyum ini menyatakan kedatangan KPK RI karena ada masalah hokum karena laporan masyarakat.

“Kehadiran KPK cukup bagus  karena itu membuktikan siapa benar dan siapa yang salah dalam kasus yang dilaporkan suardana (Pembina LSM FMPK.red), biar membuktikan siapa yang salah dan siapa yang benar, kalau tidak bersalah tidak usah takut,” ujar Ketua DPC PDI Perjuangan Kab. Buleleng ini.


Sedangkan Aktivis LSM Gede Suardana ketika ditemui menyatakan, bahwa masalah hukum dimanapun jangan dikaitkan dengan moment politik, subtansinya adalah ada proses yang tidak wajar dalam pencatatan asset daerah dalam kasus Tanah Negara di Batu Ampar, yang harus diketahui public Buleleng.

Menurut penjelasan Gede suardana, bahwa pertemuan Pemkab Buleleng yang dihadiri Ketua Komisi II DPRD Buleleng dan Bupati Buleleng pada tahun 2012, itu diakui oleh Ketua Komisi II DPRD Buleleng dan saat itu juga sepakat mereka menolak rencana investasi PT PAP atau Bali Dynasty, “kalau Pak Sekda bilang tidak Ada pertemuan ya itu hak nya dia,” tegas Suardana.
Hal lainnya adalah Sekda Buleleng yakni, Dewa Puspaka sebagai penanggung jawab asset jelas-jelas memasukkan lahan di Dusun Batuampar sebagai asset pada tahun 2013 dengan dasar HPL No I tahun 1976.
Sebagai penanggung jawab asset yang katanya sudah dikuasai sejak tahun 1976, harusnya mempertanyakan apa sudah diberikan PT Prapat Agung Permai kepada pemerintah Daerah Buleleng. “Berapa PAD yang sudah disumbangkan dari tahun 1991 sampai 2013,” ungkapnya.
Dilanjutkan bahwa, setelah dicatatkan sebagai asset pada tahun 2013 Karena alasan Kantor terbakar (entah Kantor yang terbakar???), harusnya lakukan analisa dan evaluasi sebelum ijin diberikan kepada pihak PT PAP, sesuai dengan PERMENDAGRI tentang tatakelola asset Pemerintah Daerah dan juga harusnya ada persetujuan Wakil Rakyat yang dituangkan dalam Bentuk Perda. “ itu ditempuh, sehingga jelas bentuk kerjasama, apakah dalam Bentuk bangun Serah atau Serah Bangun atau Bentuk kerjasama lain melalui perjanjian sewa kontrak tanah milik Pemkab Buleleng, bukan diserahkan begitu saja tanpa MoU dan juga tanpa Perda, alias asset milik Pemkab Buleleng berupa lahan seluas 16 Hektar diserahkan secara cuma-cuma kepada pihak Swasta, itu artinya Pemerintah Kabupaten Buleleng kehilangan PAD Karena kelakuan para Pejabat yang tidak menghindahkan aturan.Sebagai penanggung jawab asset harusnya lakukan analisa dan evaluasi secara cermat sesuai aturan tentang tatakelola asset Pemerintah Daerah,”paparnya.